DPRD Perlu Adaptif Ditengah Perubahan Lanskap Demokrasi

Selasa, 5 Agustus 2025 59
RAPAT KERJA : Anggota DPRD Kaltim Sigit Wibowo ketika hadir pada Rapat Kerja ADPSI, Selasa (5/8/2025).
Bandung — Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sigit Wibowo, menegaskan pentingnya adaptivitas lembaga legislatif daerah dalam menghadapi perubahan lanskap demokrasi nasional. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Kerja Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) periode 2025–2029 yang digelar di Kantor DPRD Jawa Barat, Bandung, Selasa (5/8/2025).

Menurut Sigit, forum ADPSI kali ini istimewa karena berani mengangkat isu-isu nasional yang berdampak langsung pada DPRD di daerah, seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan masa jabatan anggota DPRD dan wacana revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Diskusi ini membuka ruang refleksi bagi legislatif daerah dalam menyikapi kebijakan pusat yang dapat mengubah lanskap demokrasi lokal,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa penguatan DPRD tidak cukup hanya melalui regulasi, tetapi juga membutuhkan wadah komunikasi yang adaptif dan progresif.

“Di tengah dinamika politik nasional dan daerah, sinergi antarlembaga DPRD menjadi jembatan menuju parlemen daerah yang lebih tanggap, efektif, dan kompetitif,” tegas Sigit.

Rapat kerja ADPSI 2025, lanjutnya, diharapkan mampu menghasilkan kesamaan persepsi dan sinergi antarpengurus serta koordinator wilayah dalam memperkuat peran strategis DPRD Provinsi se-Indonesia.

“Semoga seluruh rangkaian rapat kerja ini dapat menghasilkan kesepakatan yang berdampak nyata bagi kemajuan organisasi dan peningkatan kinerja DPRD,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua ADPSI periode 2025–2029, Buky Wibawa, menyampaikan bahwa forum ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kerja serta memperkuat solidaritas kelembagaan DPRD.

“Rapat kerja ini menjadi sarana untuk membangun komunikasi, koordinasi, dan sinergi antarlembaga DPRD Provinsi se-Indonesia, demi memperkuat posisi tawar DPRD dalam tata kelola pemerintahan daerah,” katanya.

Buky juga menyoroti pentingnya forum bersama untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi kolektif atas tantangan yang dihadapi DPRD.

“Melalui ADPSI, kita tidak hanya mempererat silaturahmi, tetapi juga bertukar pikiran, menyatukan pandangan, dan merumuskan langkah strategis menghadapi berbagai tantangan,” tambahnya. (hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.