Dalami Materi Ranperda, Pansus PKDA Lakukan Raker Bersama Perangkat Daerah

Kamis, 16 Mei 2024 88
RAKER : Pansus PKDA melakukan raker bersama perangkat daerah Kaltim, Rabu (15/5).

BALIKPAPAN. Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Inisiatif DPRD Kaltim tentang Pembentukan Kelembagaan Desa Adat (PKDA) melakukan rapat kerja (raker) bersama perangkat daerah Kaltim.

 

Raker yang digelar di Blue Sky Hotel Balikpapan, Rabu (15/5) tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Pansus PKDA Rusman Ya’qub didampingi Wakil Ketua Pansus PKDA Veridiana Huraq Wang.

 

Dalam raker yang membahas pendalaman serta pengayaan materi draft ranperda tentang Pembentukan Kelembagaan Desa Adat itu dihadiri oleh Dinas Kehutanan Kaltim, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Dinas Perkebunan Kaltim, ATR/BPN Wilayah Kaltim, dan Biro Hukum Setdaprov Kaltim.

 

Dikatakan Rusman Ya’qub bahwa rapat kerja dilakukan dalam rangka untuk menyerap dan menerima masukan-masukan dari lintas sektor yang terkait dengan desa adat.

 

Menurut politisi PPP ini, berbicara soal desa adat maka akan berkaitan dengan kawasan dan wilayah atau teritorial.

 

“Meskipun sebetulnya pansus ini tidak spesifik dalam soal pembentukan desa adatnya, karena itu kewenangannya kabupaten/kota. Tetapi yang kita ingin ramu disini adalah bagaiman pemerintah provinsi dengan lahirnya atau ending dari perda ini adalah mempunyai ruang atau bisa memberikan fasilitasi kepada kabupaten/kota yang memang punya desa adat di wilayahnya sehingga punya mekanisme dan panduan dalam pembentukannya termasuk juga lembaga desa adat itu,” urainya.

 

Ia juga menambahkan, kewenangan dari pemerintah provinsi hanya membuatkan rambu dalam rangka pembentukan lembaganya. “Desa adatnya bukan kita, tapi kewenangan kabupaten/kota, tapi sebelum pembentukan lembaga itu tentu ada berbagai kriteria berbagai karakteristik dan lain sebagainya termasuk pengelolaan kawasan desa,” ujar wakil rakyat yang juga menjabat sebagai ketua Bapemperda DPRD Kaltim ini.

 

Ia berharap dari hasil pertemuan ini akan menjadi pengayaan dalam proses pembahasan tentang perda tersebut. “Dan dalam pertemuan selanjutnya, kami akan undang kembali semua pihak yang terkait termasuk seluruh kabupaten/kota se Kaltim, dengan harapan pasti ada masukan-masukan yang terhubung mereka hadapi langsung di lapangan,” ujarnya.

 

Sementara Veridiana Huraq Wang menilai tujuan dari narasi ranperda tersebut adalah untuk penguatan kelembagaan desa adat. Kemudian, lanjutnya, bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dikatakan bahwa pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat (MHA) dan ditetapkan menjadi desa adat.


“Kita perlu fokus tentang pengaturan. Misalnya pengaturan tentang sistem memilih ketua atau kepala adat, apa saja syarat-syaratnya, apa tupoksinya, kemudian struktur atau sistematika organisasinya seperti apa, mungkin arahnya kesana. Jadi bukan berarti kita mengarahkan ke pembentukan desa adatnya, bukan kesitu,” tegasnya. (hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)