Dalami Aset Pemprov Kaltim di Jakarta, Komisi II DPRD Monitoring Hotel Blue Sky Pandurata

Rabu, 25 Juni 2025 63
MONITORING : Ketua Dan Komisi II DPRD Kaltim lakukan monitoring ke Hotel Blue Sky Pandurata Jakarta, Rabu (25/6/2025)
JAKARTA — Komisi II DPRD Kalimantan Timur melakukan kunjungan kerja sekaligus monitoring ke Hotel Blue Sky Pandurata yang berlokasi di Jalan Raden Saleh No. 12, Cikini, Jakarta Pusat, pada Rabu (25/6/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk meninjau pengelolaan aset milik Pemprov Kaltim serta mengevaluasi rencana bisnis hotel tahun 2025.

Hotel yang telah beroperasi sejak 14 Februari 2009 ini menjadi salah satu aset strategis daerah yang diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Terlebih, hotel ini baru saja merampungkan renovasi besar pada akhir 2024, termasuk modernisasi lobi, pembaruan interior Kutai Cafe, serta peningkatan kenyamanan kamar.

Ketua Komisi II, Sabaruddin Panrecalle, bersama Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, didampingi CEO Blue Sky Group Linan Kurniahu, meninjau berbagai fasilitas hotel yang telah diperbarui. Turut hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua Komisi II Sapto Setyo Pramono, serta anggota Komisi II yakni Firnadi Ikhsan, Yonavia, Guntur, Shemmy Permata Sari, dan Andi Muhammad Afif Rayhan Harun. Hadir pula Iwan Darmawan selaku Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Kaltim dan Direktur Utama Perusda MBS Aji Abidharta Hakim.

Sabaruddin menyampaikan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari upaya pendalaman terhadap aset milik Pemprov Kaltim. Ia mengapresiasi perkembangan signifikan yang telah dilakukan pihak manajemen hotel. “Kita lihat bersama, hotel ini telah banyak mengalami perubahan dibanding kunjungan sebelumnya. Renovasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang sangat positif,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud menekankan pentingnya membangun komunikasi dan sinergi antara lembaga legislatif dan pelaku usaha, khususnya dalam pengelolaan aset daerah.

“Manajemen Blue Sky merupakan salah satu mitra usaha yang bekerja sama dengan pemerintah. Kami berharap model kerja sama ini dapat menjadi prototipe pengelolaan aset daerah yang efektif,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa monitoring ini menjadi bahan evaluasi sekaligus membuka peluang usaha baru di luar sektor perhotelan, yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha lainnya. Menariknya, sebagai bentuk keberpihakan terhadap masyarakat daerah, DPRD Kaltim sebelumnya juga mengusulkan kebijakan diskon khusus bagi warga ber KTP Kaltim yang menginap di Hotel Pandurata.

Usulan ini mendapat respons positif dari pihak eksekutif dan pengelola hotel, dan kini telah diterapkan dalam bentuk potongan harga hingga 10 persen untuk kamar tipe tertentu. CEO Blue Sky Group, Linan Kurniahu, menyampaikan apresiasi atas kunjungan Komisi II dan berharap masukan yang diberikan dapat menjadi landasan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan hotel ke depan.

“Kami sangat terbuka terhadap saran dari Komisi II agar pengelolaan hotel milik Pemprov ini dapat berjalan lebih optimal,” tuturnya. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)