BNNP Usulkan Revisi Perda Ke Komisi I

Rabu, 1 September 2021 64
Komisi I DPRD Kaltim dan Bapemperda saat menggelar RDP bersama BNNP Kaltim, BNN Kabupaten/Kota, Kanwilkumham dan Kesbangpol terkait usulan perubahan Perda nomor 07 tahun 2017 tentang fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkoba
SAMARINDA. Komsi I DPRD Kaltim didampingi Bapemperda menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama BNNP Kaltim, BNN Kabupaten/Kota, Kanwilkumham dan Kesbangpol guna membahas usulan perubahan Perda nomor 07 tahun 2017 tentang fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkoba, di gedung E lantai 1, Senin (30/8).

Dikatakan Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Kaltim Kombes Pol DJoko Purnomo, harus ada perubahan karena dasar-dasar hukum yang masih berlaku perlu direvisi sesuai dengan Instruksi Presiden Tahun 2020 dan Permendagri nomor 12 tahun 2019.

“Supaya isinya menyesuaikan dengan aturan yang baru. Artinya ya kalau kita produk lama kan ketinggalan zaman. Ada produk baru ya kita ubah,” ujarnya.

Ia mengatakan, tidak banyak perubahan, hanya ada beberapa pasal tambahan yang sebelumnya memang belum ada di perda yang lama.
“Karena yang terlama kan tahun 2013 tuh yang dipakai dasarnya. Nah yang sekarang 2019. Sementara kita sudah tahun 2021. Artinya sudah ketinggalan, masa mau ketinggalan terus,” katanya.

Menurutnya, dalam perda baru yang pasti akan ditambah adalah Tim Terpadu Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) karena tim terpadu belum ada di perda yang lama.

“Sehingga P4GN ini bukan tugasnya BNN semata, tetapi seluruh pemerintah daerah mulai dari Gubernur sampai dengan desa itu wajib melakukan P4GN,” tegasnya.

Ia berharap mulai dari presiden, gubernur, kemudian wali kota/bupati dan seterusnya ke bawah itu satu suara karena dasarnya sama. Intinya tidak banyak perubahan, tetapi harus menyesuaikan dengan aturan yang terbaru.

“Kalau nggak kita usahakan untuk mengajukan kan nanti nggak dibahas. Karena kita punya tanggung jawab ya kita mengusulkan. Mudah-mudahan tahun ini selesai,” harapnya.

Selanjutnya, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin mengatakan ada beberapa hal yang sangat mendasar dalam rapat tersebut terkait dengan Perda Nomor 07 Tahun 2017 yang tidak sesuai lagi sehingga perlu ada penambahan dan pengurangan juga terkait soal anggaran.

“Karena kalau kita mengharapkan anggaran dari pemerintah pusat tentu aparat penegak hukum yang terjun di lapangan,” ujarnya saat diwawancara usai rapat.  

Politisi PKB ini menjelaskan, terkait dengan infrastruktur, pembiayaan, operasional dan lain lain tidak akan maksimal bekerja apabila tidak didukung dengan pendanaan. Oleh karena itu, kehadiran perda ini di dalamnya tertuang bahwa aparat penegak hukum khususnya BNN dan kepolisian mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah untuk melaksanakan operasional.

“Tadinya kan belum tertuang itu. Intinya ini hanya bersifat perda perubahan,” ujarnya.
Ia menyebut, dari 55 pasal, hanya sekitar 9 pasal yang mengalami perubahan dan tidak ada yang mendasar, melainkan hanya menyempurnakan, menambahkan dan mengurangi.

“Sehingga ini tidak mesti dibahas melalui pansus, tapi bisa melalui komisi pembidangan,” kata wakil rakyat asal dapil Samarinda ini.
Menurutnya, perda yang merupakan skala prioritas akan didahulukan karena ada kepentingan masyarakat yang mendesak dan juga karena merupakan perintah undang-undang.

“Ini masuk di usulan pembahasan karena masuk skala prioritas sesuai perda yang sudah kita siapkan untuk disahkan,” tandasnya.

Tampak hadir Ketua Bapemperda Jawad Sirajuddin, Anggota Bapemperda sekaligus Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Yusuf Mustafa, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Sukmawati, Anggota Komisi I DPRD Kaltim diantaranya Muhammad Udin, Romadhony Putra Pratama, Agiel Suwarno, Mashari Rais, dan Rima Hartati. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)