Bahas Persiapan SPMB SMA dan SMK di Kaltim Tantangan Kapasitas Sekolah Negeri dan Pemerataan Pendidikan

Selasa, 10 Juni 2025 73
PERSIAPAN SPMB : Pimpinan DPRD Kaltim, bersama Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H Baba, serta anggota Komisi IV DPRD Kaltim, saat membahas kesiapan pelaksanaan SPMB tahun ajaran 2025
SAMARINDA – DPRD Kalimantan Timur melalui Komisi IV menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim serta kepala cabang wilayah Disdikbud se-Kaltim, Selasa (10/6/2025).
Pertemuan tersebut membahas persiapan pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025, khususnya terkait keterbatasan daya tampung sekolah negeri dan upaya pemerataan pendidikan.

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H Baba, menyampaikan bahwa secara umum, persiapan SPMB di wilayah Kaltim berjalan lancar, terutama di luar Balikpapan. Namun, Kota Balikpapan menghadapi tantangan besar karena kapasitas sekolah negeri yang terbatas.

"Di luar Balikpapan semua masih aman. Tapi untuk Balikpapan, kapasitas SMA dan SMK hanya bisa menampung sekitar 51 persen. Sisanya, sekitar 49 persen, tentu harus mengarah ke sekolah swasta," ujar H Baba.
Sebagai solusi, pemerintah telah mengusulkan pembangunan satu SMA baru serta pengembangan SMK Negeri 5 Balikpapan yang memiliki luas lahan 16 hektare. H Baba menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan antara jumlah lulusan SMP dan kapasitas SMA/SMK Negeri di Balikpapan.

"Khusus di SMK Negeri 5 Balikpapan, kita siapkan pengembangan karena lahannya cukup luas. Jadi selain penambahan rombongan belajar (rombel), bisa juga kita pertimbangkan membangun sekolah baru," jelasnya.
Keterbatasan rombel menjadi kendala utama dalam penerimaan siswa baru tahun ini. Sesuai regulasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kapasitas maksimal satu rombel di SMA dan SMK adalah 36 siswa per kelas, hal ini untuk memastikan efektivitas pembelajaran.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi menambahkan, selain kapasitas sekolah negeri yang terbatas, pola seleksi siswa yang cenderung memilih sekolah favorit menjadi tantangan tersendiri.
"Masalahnya bukan hanya daya tampung, tapi juga pola pikir siswa yang hanya ingin masuk ke sekolah unggulan tertentu. Ini membuat distribusi murid ke sekolah-sekolah tidak merata," kata Darlis.

Namun, ia menekankan bahwa pemerintah tidak hanya berfokus pada sekolah negeri, tetapi juga pada perkembangan sekolah swasta. “Lulusan SMP sederajat itu tidak semua bisa masuk sekolah negeri. Kalau semua masuk negeri, sekolah swasta akan kesulitan dan tidak berkembang. Karena itu, siswa yang tidak masuk di sekolah negeri, akan dialihkan ke sekolah-sekolah swasta,” jelasnya.

Untuk memastikan kualitas pendidikan tetap terjaga, kerja sama antara pemerintah dan sekolah swasta menjadi penting. “Kita juga harus memperhatikan bagaimana sekolah swasta bisa tumbuh dan terus berkembang," tegasnya.
Sebagai langkah kontrol, DPRD Kaltim kata dia akan melakukan pemantauan langsung pelaksanaan SPMB di setiap kabupaten dan kota. "Kami akan melakukan pengawasan agar proses penerimaan siswa berjalan sesuai regulasi dan prinsip pemerataan pendidikan," sebut Darlis.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk memperluas akses pendidikan, tantangan ketidakseimbangan antara jumlah lulusan SMP sederajat dan kapasitas SMA/SMK Negeri tetap menjadi perhatian utama. Pemerintah terus mencari solusi agar seluruh siswa mendapatkan kesempatan pendidikan yang layak. (hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)