Studi Banding Antar Lembaga DPRD

Jumat, 22 Juli 2022 439
Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo bersama Sekwan saat menerima kunjungan Wakil Ketua DPRD Sumbar Indra Datuak Rajo Lelo, Jumat (22/7).
SAMARINDA. Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Sigit Wibowo didampingi Sekretaris Dewan Muhammad Ramadhan menerima kunjungan sekaligus silaturahmi Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat (Sumbar) Indra Datuak Rajo Lelo yang dilaksanakan diruang kerja Pimpinan DPRD Kaltim gedung D lantai 2, Jumat (22/7).

Dikatakan Indra Datuak Rajo Lelo bahwa selaku Pimpinan DPRD, ada hal-hal yang perlu diperbandingkan dari DPRD Kaltim dengan DPRD Sumbar, yaitu terkait sosialisasi perda (sosper), reses dan masalah APBD.

“Ada hal-hal yang perlu kita studi bandingkan, terutama sekali masalah sosper dan masalah reses dan juga masalah yang lainnya termasuk APBD kita. Kita juga juga lagi membahas APBD Sumetera Barat, tentu kita juga perlu studi banding kesini, secara pimpinan tentu gak ada batasan,” ujar ketua DPW PAN Sumbar ini.

Dari hasil silaturahmi ini, lanjut Indra, banyak hal yang menjadi masukan bagi Sumbar untuk menjadi bahan perbandingan. “Jadi bisa kita perbandingkan, yang mana di Sumbar tidak ada, disini dapat. Misalkan sosialisasi perda, itu kan ada disini, misalkan ke daerah-daerah, bagaimana dengan masyarakat, bagaimana kita mensosialisasikan bagaiman juga disini, itu yang kita studi bandingkan,” ungkapnya.

Menanggapi kunjungan tersebut, Sigit Wibowo menyampaikan terimakasih atas kunjungan sekaligus silaturahmi dari pimpinan DPRD Sumbar. Menurutnya, kunjungan tersebut guna lebih menambah masukan serta perbandingan dari kedua lembaga DPRD.

“Kunjungan ini terkait program kerja DPRD, membahas di Kaltim apakah ada sosper, bagaimana dengan reses, dilaksanakan berapa kali dalam setahun dan beberapa persoalan yang lainnya termasuk perbandingan APBD serta gambaran tentang DPRD Sumatera Barat dan kita juga memberikan gambaran bagaimana di Kaltim untuk persiapan IKN,” kata politisi PAN ini. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)