Sekwan Norhayati Usman Hadiri Rapat Identifikasi Pekerjaan yang Berpotensi Tidak Dapat Dilaksanakan atau Tidak Selesai Pada Tahun 2025.

Rabu, 14 Mei 2025 610
Teks Foto : Sekretaris DPRD Kaltim Norhayati Usman Menghadiri Rapat Bersama Kepala OPD Lingkup Pemprov Kaltim di Ruang Ruhui Rahayu Lantai 1 Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (14/5/25).
SAMARINDA - Sekretaris DPRD Provinsi Kalimantan Timur Norhayati Usman menghadiri rapat identifikasi pekerjaan yang berpotensi tidak dapat dilaksanakan atau tidak selesai pada tahun 2025.

Rapat dihadiri Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemprov Kaltim ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Pemprov Kaltim Sri Wahyuni didampingi Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda Prov. Kaltim Ujang Rachmad, Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Prov Kaltim Irhamsyah dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Prov. Kaltim Yusliando.

Pertemuan rapat dalam rangka pengendalian pelaksanaan pekerjaan sebagai upaya optimalisasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2025 tersebut berlangsung di Ruang Ruhui Rahayu Lantai 1
Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (14/5/25).

Pada kesempatannya, Sri Wahyuni menyampaikan bahwa target kinerja tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Untuk itu melalui pertemuan ini Ia ingin mengetahui apa yang menjadi kendala
atau permasalahan yang ada di masing-masing OPD.

"Kita ingin mengetahui mengapa target kinerja kita sampai pada minggu ini baru di 9%. Ini sangat jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Memang kita sudah ada penyesuaian yang pertama
efisiensi dan yang kedua ada pergeseran" ucap Sri Wahyuni.

Terkait efisiensi ini pergeserannya diungkapkan Sri Wahyuni sudah tuntas dan sudah disampaikan juga bahwa kegiatan yang tidak diefisiensi boleh dilaksanakan, sehingga tidak perlu menunggu. 

"Jadi mestinya tidak ada alasan karena tidak 100% kegiatan itu diefisiensi, hanya yang diefisiensi itu saja yang menunggu hasil pergeseran dan hasil pergeseran itu sudah final, sudah ada. Bahkan kita
sekarang masuk di pergeseran kedua untuk gaji dan makan minum" tekannya.

Beberapa hal yang menjadi kendala kinerja kemudian dibahas dalam pertemuan ini. Permasalahan diantaranya ialah adanya efisiensi anggaran, perubahan E-Katalog versi 5 ke 6, perubahan regulasi terkait pelaksanaan pada DAK fisik, himbauan pelaksanaan agar kegiatan dilaksanakan di kantor, dan pergeseran atau perubahan anggaran kas SKPD.

"Dengan catatan-catatan yang ada, mudah-mudahan menjadi perhatian kita bersama. Perjanjian kerja mengapa belum ditandatangani oleh Pak Gubernur untuk diketahui karena beliau ingin ada reward dan punishment yang dinyatakan di dalam perjanjian kinerja itu" ujarnya.

Lanjut Ia mengingatkan perihal BPKP Kaltim yang mencermati belanja di OPD. Apakah itu proporsinya seimbang atau dominan belanja penunjang dari belanja publiknya. Sebagaimana ketentuan yang ada belanja penunjang harus lebih kecil dari belanja publik.  

"Tolong ini dicermati kembali, bapak ibu bisa melihat dan mencermati mana yang bisa dilakukan mana yang tidak. Mana belanja yang bisa direalokasi mana yang tidak, jangan sampai bapak ibu sudah belanja tapi malah menjadi catatan karena membelanjakan kegiatan yang bersifat aksesoris,
bukan kegiatan utama" tutupnya. (hms11)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.