Perkuat Tata Kelola Penyertaan Modal BUMD, Banggar DPRD Kaltim Studi Banding ke DKI Jakarta

Selasa, 30 September 2025 82
STUDI BANDING : Banggar DPRD Provinsi Kalimantan Timur melakukan studi banding ke Badan Pembinaan BUMD DKI Jakarta untuk memperkuat tata kelola penyertaan modal daerah (PMD) terhadap Badan Usaha Mulik Daerah (BUMD), pada Selasa (30/09/2025).

JAKARTA - Sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola penyertaan modal daerah (PMD) yang transparan, akuntabel, dan berdampak langsung bagi masyarakat, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Kalimantan Timur melaksanakan studi banding ke Badan Pembinaan BUMD Provinsi DKI Jakarta, Senin (30/09). 

 

Kegiatan ini bertujuan menggali praktik terbaik dalam pengelolaan PMD kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sekaligus memperkaya referensi kebijakan yang mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan layanan publik.

 

Rombongan Banggar dipimpin oleh Sabaruddin Panrecalle, bersama anggota lainnya: Sayid Muziburrachman, Darlis Pattalongi, Damayanti, Muhammad Husni Fahruddin, dan Baba. Mereka diterima langsung oleh Sekretaris Badan Pembinaan BUMD DKI Jakarta, Fitria Rahadian.

 

Dalam diskusi, Sabaruddin menjelaskan bahwa PMD bukan hanya soal menambah modal, tapi juga harus bisa mendorong BUMD agar berkontribusi lebih besar terhadap PAD, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan layanan publik. 

 

“Kami mencatat beberapa hal penting, seperti syarat administrasi, kelengkapan kajian, dan bentuk aturan yang dibutuhkan. Apakah cukup lewat pergub atau harus perda tersendiri,” jelasnya.

 

Banggar juga membahas strategi BUMD dalam meningkatkan PAD, kendala regulasi, serta pentingnya indikator keberhasilan yang jelas dan bisa diukur. Pengawasan juga jadi perhatian, termasuk peran DPRD dalam memantau penggunaan PMD, kemungkinan penghentian atau penarikan modal dari BUMD yang tidak produktif, dan penggunaan hasil audit BPK sebagai bahan evaluasi.


Melalui studi banding ini, Banggar DPRD Kaltim berharap bisa menyusun kebijakan PMD yang lebih tepat, bermanfaat, dan tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. “Kami ingin kebijakan penyertaan modal benar-benar memberi dampak positif bagi keuangan daerah dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Sabaruddin.(hms9)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.