Pansus Ketahanan Keluarga Terus Perkaya Materi

Senin, 23 Agustus 2021 128
Dipimpin Ketua Pansus Ketahanan Keluarga Ely Hartati Rasyid. Pansus Melaksanakan Kunjungan Kerja ke Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Paser,pekan lalu.
PASER. Dipimpin Ketua Pansus Pembahas Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Ketahanan Keluarga, Ely Hartati Rasyid. Pansus ini terus melakukan pendalaman materi guna memperkaya bahan dan masukan dari sejumlah mitra kerja. Salah satunya yakni mencari masukan dari  Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Paser. “Alhamdulillah banyak masukan dan beberapa sharing yang dilakukan dalam pertemuan. Termasuk program-program apa saja yang turut membantu dalam memaksimalkan dan menguatkan fungsi keluarga,” ungkap Ely usai pertemuan pada Kamis (19/8) lalu.

Sementara itu, hadir dalam pertemuan Anggota Pansus Ketahanan Keluarga, Mimi Meriami Br Pane mengungkapkan bahwa bahasan tentang Ketahanan Keluarga memang terkesan sederhana, padahal menurutnya didalamnya sangat kompleks. Banyak masalah-masalah, sosial, ekonomi, kesejahteraan semua diawali dari ketahanan keluarga yang baik. Acuan kita soal perda ini yaitu di Jawa Barat, sudah berjalan. Yang penting nantinya di daerah kita bisa aplikatif, bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya. Perda ini harus didukung oleh semua elemen.

Dukungan tersebut menurutnya sangat diperlukan karena ketahanan keluarga menjadi bagian masa depan kita, dan tentunya banyak hal yang dipengaruhi oleh ketahanan keluarga. Semisal permasalahan stunting pada anak yang diakibatkan pemahaman ketahanan keluarga yang kurang. “Seharusnya tidak terjadi, namun nyatanya terjadi dimasyarakat kita, pada sejumlah anak-anak akibat gizi yang kurang tepat. Seperti pemberian susu yang tidak sesuai usianya, ini hal yang kelihatannya sederhana namun tidak diperhatikan dengan baik,” urainya.

Selain itu, seiring terus bertambahnya jumlah penduduk, tentu payung hukum mengenai ketahanan keluarga akan menjadi instrument penting kedepan menghadapi permasalahan yang tentu akan bertambah. Sehingga payung hukum ini diharapkan menjadi pondasi yang dibuat oleh pemerintah sebagai cara mengoptimalkan upaya mengantisipasi masalah-masalah yang kerap muncul akibat minimnya pemahaman masyarakat serta aturan yang mengarahkan dan membatasi masyarakat terkait ketahanan keluarga.

“Kita harus memulainya secepat mungkin dan sejak sekarang, jangan sampai penduduknya makin banyak sehingga permasalahan semakin kompleks dan berdampak pada banyak sektor lain dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Apalagi Insha Allah jika tidak ada halangan daerah kita akan menjadi ibukota negara,” kata Mimi dalam pertemuan yang diterima  I Dewa Made S, Plt Kadis Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Paser.

Lebih lanjut, Mimi menambahkan, persiapan menjadi sebuah ibukota negara bukan pula hal yang sederhana. Sehingga jangan sampai permasalahan yang muncul nantinya semakin kompleks dan tidak terkendali dan menjadi sumber kekacauan. Sehingga semua pihak perlu mendukung dan tidak saling lempar tanggung jawab. Mimi juga mengimbau agar setiap daerah memiliki data yang terus divalidasi dan dilakukan sinkronisasi data mulai dari pemerintah daerah hingga ke pemerintah pusat.

Untuk diketahui, Pansus Ketahanan Keluarga ini beranggotakan Wakil Ketua Fitri Maisyaroh dan Anggota Pansus yakni Mimi Meriami Br Pane, Yusuf Mustafa,   Baharuddin Muin, HM Syahrun, Abdul Kadir Tappa, Romadhony Putra Pratama dan Marthinus. Selain itu Mashari Rais, Jawad Siradjuddin, M Nasiruddin, Puji Hartadi, Yeni Eviliana dan Puji Setyowati. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.