Makmur Terima Kunjungan Kepala BNNP Kaltim

Kamis, 6 Mei 2021 114
SILATURAHMI : Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK saat menerima kunjungan sekaligus silaturahmi Kepala BNNP Kaltim Brigjen Pol Wisnu Andayana (tengah) di ruang Ketua DPRD Kaltim gedung D lantai 2, Selasa (4/5).
SAMARINDA. Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kaltim Brigjen Pol Wisnu Andayana bersama jajarannya melakukan kunjungan ke DPRD Kaltim sekaligus sebagai ajang silaturahmi dan meminta petunjuk serta arahan. Pertemuan yang diterima langsung oleh Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK dilaksanakan di ruang Ketua DPRD Kaltim gedung D lantai 2, Selasa (4/5).

Dalam pertemuan itu, Wisnu Andayana mengatakan bahwa dalam masa awal kepemimpinannya di BNNP, perlu kiranya mendapatkan dukungan dari semua elemen termasuk dari DPRD Kaltim sebagai perwakilan dari masyarakat Kaltim.

“Saya sebagai kepala BNNP yang baru berdinas di Kaltim perlu kiranya untuk meminta petunjuk dan arahan dari Ketua DPRD Kaltim,” ujarnya. 

Ia menyampaikan rasa syukur dan terima kasih bahwa DPRD Kaltim selama ini sudah sangat welcome serta memberikan dukungan yang luar biasa kepada BNNP Kaltim dalam menjalankan tugas.

“Ini merupakan harapan besar dan juga Ketua mengatakan kalau ada apa-apa silahkan hubungi kami. Ini merupakan dukungan buat semangat kami untuk berdinas,” kata Wisnu Andayana.

Selanjutnya, Makmur menyampaikan rasa terima kasih dan menyambut baik atas kunjungan tersebut. Dan semoga dengan kepemimpinan yang baru ini akan tetap terus berjuang memerangi segala bentuk peredaran narkoba di Kaltim.

“Saya bersama teman-teman di DPRD siap mendukung BNNP untuk berjuang memerangi narkoba,” ujar Makmur. (adv/hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Kasus Beras Oplosan Marak, DPRD Kaltim Minta Pengawasan Diperketat Hingga ke Hulu
Berita Utama 1 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Meningkatnya peredaran beras oplosan di pasaran mendapat sorotan tajam dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo. Ia menyebut praktik kecurangan ini sebagai bentuk kejahatan terstruktur yang merugikan masyarakat luas serta merusak kepercayaan terhadap sistem distribusi pangan nasional. “Ini bukan sekadar soal penipuan dagang, tapi sudah masuk kategori kejahatan ekonomi yang memukul rakyat kecil. Mengoplos beras dan menjualnya sebagai produk premium adalah perbuatan yang tidak bisa ditoleransi,” kata Sigit. Ia menilai lemahnya pengawasan dari hulu ke hilir menjadi pintu masuk bagi pelaku nakal untuk memanipulasi kualitas beras yang beredar di pasaran. Sigit bahkan menyamakan modus ini dengan praktik pengoplosan bahan bakar yang juga terjadi akibat minimnya pengawasan lapangan. “Kalau pengawasan hanya dijalankan secara seremonial, pelanggaran seperti ini akan terus berulang. Dan yang menjadi korban tetap masyarakat, khususnya mereka yang bergantung pada beras sebagai kebutuhan pokok,” tegasnya. Pernyataan Sigit muncul menyusul temuan Kementerian Pertanian yang mencatat ada 212 merek beras tidak layak edar, sebagaimana diungkap Satgas Pangan. Data tersebut telah disampaikan ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Ia memaparkan, salah satu modus yang paling sering ditemukan adalah pemalsuan kemasan. Beras kualitas rendah dikemas ulang menggunakan karung berlabel premium, bahkan ada yang berat bersihnya tidak sesuai dengan keterangan di kemasan. “Kadang secara kasat mata terlihat meyakinkan, kemasannya bagus. Tapi ketika dibuka, kualitas isinya jauh dari yang dijanjikan,” ucap Sigit. Dirinya mendesak pemerintah agar tidak hanya bertindak reaktif setelah kasus ini menjadi sorotan publik. Ia meminta adanya inspeksi rutin yang menyasar seluruh jalur distribusi, mulai dari petani, penggilingan, pengemasan, hingga pasar-pasar tradisional dan modern. “Jangan tunggu heboh dulu baru sibuk bergerak. Kita butuh pengawasan yang sistematis dan sanksi tegas agar ada efek jera bagi pelaku,” katanya lagi. Ia juga mengingatkan bahwa dampak dari beras oplosan tidak hanya merugikan ekonomi masyarakat, tetapi juga membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, Sigit mendorong agar masyarakat dilibatkan dalam proses pengawasan dengan menyediakan saluran pengaduan yang mudah diakses. “Pemerintah harus hadir sebagai pelindung konsumen. Kalau masyarakat menemukan kejanggalan, aduannya harus cepat ditindaklanjuti. Jangan biarkan rakyat berjuang sendirian menghadapi mafia pangan ini,” tutupnya. (hms8)