Makmur Hadiri Acara Ground Breaking Gedung Denpom VI/1 Samarinda

Rabu, 1 September 2021 62
Peletakan Batu Pertama di Gedung Denpom VI/1 Samarinda
SAMARINDA. Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK menghadiri acara Ground Breaking Pembangunan Gedung Denpom VI/1 Samarinda di Jalan Slamet Riyadi, Senin (30/8). Hadir Danpuspomad Letjen TNI Chandra W. Sukotjo, Gubernur Kaltim Isran Noor, Wakapolda Kaltim Brigjen Pol Hariyanto, Walikota Samarinda Andi Harun, dan Forkopimda Kaltim.

Makmur berharap nantinya pembangunan gedung tersebut memberikan banyak manfaat khususnya dalam menunjang tugas dan kewajiban Polisi Militer di Provinsi Kaltim. “Melalui dukungan sarana dan prasarana bisa menunjang kinerja,” tuturnya.

Seperti diketahui, kehadiran POM bertugas menyelenggarakan pemeliharaan, penegakan disiplin, hukum, dan tata tertib di lingkungan militer suatu negara dalam rangka mendukung tugas pokok militer untuk menegakkan kedaulatan negara.

Oleh sebab itu, DPRD dan Pemprov Kaltim sepakat untuk mengalokasikan anggaran pembangunan gedung tersebut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim Tahun 2021.

Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan tanggungjawab pemprov sebagian besar sektor pembangunan. Sedangkan pertahanan dan keamanan, peradilan, keuangan, agama dan hubungan luar negeri itu kewenangan pemerintah pusat. “Kalau daerah mengurus diluar itu semua,” tegasnya.

Tidak hanya provinsi, kabupaten/kota juga ikut mendukung pembangunan instansi-instansi vertikal. Ini tanggungjawab yang tidak bisa dihindari. “Saya sudah sampaikan kepada pihak terkiat revisi UU hubungan keuangan pemerintah pusat dengan daerah. Kemarin saya usul 50 persen daerah dan 50 persen pusat,” ucapnya.

Daerah memiliki tanggungjawab yang besar dan luas terlebih Kaltim akan menjadi tempat pusat ibu kota negara dan penghasil SDA yang besar. Walaupun COVID-19 nilai ekspor selalu surplus dengan rata-rata surplus Rp 1,5 miliar.(adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pendidikan Tak Relevan Jadi Akar Ketimpangan, DPRD Kaltim Dorong Kurikulum Berbasis Lokalitas
Berita Utama 31 Juli 2025
0
SAMARINDA. Ketimpangan pembangunan sumber daya manusia antara pusat dan pinggiran di Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan. Sistem pendidikan nasional dinilai belum mampu menyentuh realitas lokal, sehingga gagal menjawab kebutuhan riil masyarakat di daerah kaya sumber daya alam namun tertinggal dari sisi kualitas SDM. Sorotan ini disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, yang menilai, pendekatan pendidikan yang masih terlalu sentralistik menjadi penghambat utama. “Selama ini pendekatan pendidikan kita masih terlalu sentralistik, padahal tiap wilayah punya kebutuhan dan kekuatan masing-masing. Ketika pendidikan tidak relevan dengan realitas  lokal, maka pembangunan pun berjalan timpang,” jelasnya. Menurutnya, solusi dari stagnasi kualitas pendidikan di daerah adalah dengan mengembangkan model pembelajaran berbasis karakteristik lokal. Bagi politisi Fraksi PKS ini, kurikulum pendidikan tidak cukup hanya mengikuti standar nasional, tetapi juga harus mampu menyerap nilai-nilai budaya lokal, kebutuhan dunia kerja setempat, serta potensi ekonomi daerah. “Ini bukan semata soal menjaga warisan leluhur, tapi bagaimana menjadikan kearifan lokal sebagai fondasi dalam menyiapkan generasi yang mampu menjawab tantangan pembangunan di wilayahnya sendiri,” ujarnya. Ia menegaskan, pendidikan kontekstual bukan sekadar upaya pelestarian budaya, melainkan langkah strategis agar mencetak lulusan yang adaptif, kompeten, dan siap membangun daerah secara mandiri. Kritik keras juga disampaikan Agusriansyah terhadap pola kebijakan pendidikan nasional yang dianggap terlalu memusatkan peran pemerintah pusat, sementara masyarakat di daerah pinggiran, seperti wilayah pesisir dan pedalaman Kaltim, hanya diposisikan sebagai objek dari program yang bersifat seragam. Sebagai bagian dari Fraksi PKS DPRD Kaltim, Agusriansyah mendorong perlunya kolaborasi konkret antara pemerintah daerah, institusi pendidikan, serta komunitas lokal agar merumuskan arah pendidikan yang lebih adil dan relevan. “Pendidikan harus berangkat dari realitas yang ada. Ketika sistem pendidikan mampu mencerminkan identitas lokal, maka hasilnya tidak hanya mencetak lulusan berkualitas, tetapi juga memperkuat jati diri dan daya saing daerah,” tutupnya. Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya menjadi alat mobilitas sosial, tetapi juga instrumen strategis pemerataan pembangunan antar wilayah di Kaltim. (hms7)