Komisi IV DPRD Kaltim Soroti Penegerian SMA di Kukar, Pastikan Akses Pendidikan dan Legalitas Lahan

Rabu, 26 November 2025 61
Rapat dengar pendapat Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur pembahasan Unit Sekolah Baru (USB), Penegerian Sekolah, dan Kesiapan Lahan Sekolah di Wilayah Kerja Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Provinsi Kalimantan Timur

SAMARINDA. Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur kembali menegaskan pentingnya pemerataan akses pendidikan menengah di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dalam rapat pembahasan Unit Sekolah Baru (USB), Penegerian Sekolah, dan Kesiapan Lahan Sekolah di Wilayah Kerja Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Provinsi Kalimantan Timur, yang digelar di Kantor DPRD Provinsi Kaltim, Samarinda (26/11/25). Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Andi Satya Adi Saputra menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan masyarakat harus dibarengi dengan kesiapan legalitas lahan. “Fiskal daerah terbatas, jadi kita harus memastikan mana yang paling realistis dan siap dari sisi lahan maupun dokumen,” ujarnya.

Dalam rapat tersebut, Andi Satya sapaan akrabnya, juga menyoroti potensi tergesernya tenaga pendidik lama ketika sekolah menjadi negeri. Andi Satya menegaskan, “Guru-guru yang sudah mengabdi jangan sampai tersingkir oleh tenaga baru. Penegerian tidak boleh mencederai mereka yang sudah lama membangun sekolah ini.” Ungkapnya. Sementara Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis, mengingatkan bahwa penegerian di Muara Wis, Marangkayu, Kota Bangun, dan Muara Muntai harus benar-benar berdasarkan kebutuhan masyarakat. “Kami menghargai langkah Cabang Disdikbud Wilayah III, tapi semua harus didasari kebutuhan, bukan sekadar rencana,” katanya.

Kabid SMA Disdikbud Prov. Kaltim, Jasniansyah menjelaskan bahwa proses penegerian harus mengikuti Permendikbud No. 36/2014, termasuk kewajiban mencantumkan rencana induk pengembangan sekolah dan memastikan kesiapan standar pendidikan. Mereka menegaskan pentingnya status lahan yang clean and clear untuk menghindari sengketa di kemudian hari. Terkait SMA Gotong Royong di Kota Bangun, pihak yayasan menyatakan siap menghibahkan seluruh aset. “Kami siap menyerahkan aset tanpa syarat. Yang kami harapkan hanya agar guru-guru tetap diberdayakan,” ujar pihak yayasan.

Kepala Cabang Disdikbud Wilayah III Prov Kaltim, Muhammad Rusli memaparkan berbagai temuan lapangan, termasuk keterbatasan akses pendidikan di desa-desa terpencil. Di Muara Wis, jarak tempuh dan beban ekonomi menjadi alasan utama masyarakat mendesak penegerian. Di Marangkayu, status filial yang telah berjalan dua dekade dinilai menghambat perkembangan sekolah dan membuat siswa menempuh perjalanan jauh ke sekolah induk. “Banyak siswa terhambat karena biaya transportasi dan risiko perjalanan,” jelas perwakilan cabang dinas.

Rapat ditutup dengan empat rekomendasi di antara lainnya penyusunan Rencana Induk Pengembangan Sekolah, penegasan status lahan yang harus bersih secara hukum, permintaan berita acara mengenai hibah SMA Gotong Royong, serta keharusan Disdikbud melakukan kajian akhir. DPRD memastikan rapat lanjutan akan digelar setelah seluruh syarat administrasi dan legalitas terpenuhi sepenuhnya. (hms7)

TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.