Komisi II DPRD Kaltim Gelar Rapat Internal Bahas Program Kerja Tahun 2025

Selasa, 21 Oktober 2025 108
Komisi II DPRD Kaltim gelar rapat internal bahas program kerja dan agenda kegiatan Komisi II, pada Selasa (21/10/2025).

SAMARINDA – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur menggelar rapat internal dalam rangka membahas program kerja dan agenda kegiatan Komisi II, di Ruang Komisi II, Gedung D, Kantor DPRD Kaltim, Selasa (21/10).

 

Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, didampingi oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono dan Anggota Komisi II, diantaranya, Guntur, Sigit Wibowo, Abdul Giaz, Andi Afif Rayhan Harun, Muhammad Husni Fahruddin, Shemmy Permata Sari, Firnadi Ikhsan serta Tenaga Ahli Komisi II DPRD Kaltim.

 

Selaku Ketua Komisi II, Sabaruddin Panrecalle menyampaikan bahwa rapat tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan agenda kerja dan fungsi pengawasan, legislasi, serta anggaran Komisi II DPRD Kaltim. 

 

Melalui rapat ini, diharapkan dapat tersusun program kerja yang terarah, terukur, dan selaras dengan kebijakan pembangunan daerah serta prioritas kebutuhan masyarakat Kaltim. (adv/hms9)

TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.