Komisi II Belajar Pengelolaan Perusda ke PT PJU

Rabu, 22 Juni 2022 193
Komisi II saat melakukan kunjungan kerja ke PT Petrogas Jatim Utama (PJU) terkait pengelolaan perusda, Rabu (22/6)
SURABAYA. Guna meningkatkan kinerja Perusahaan Daerah (Perusda) di Kaltim, Komisi II DPRD Kaltim terus mencari literasi dan referensi dengan melakukan kunjungan kerja ke salah satu Perusda di Jawa Timur, Rabu (22/6).

Salah satu perusda yang kinerja dinilai berhasil dalam memberikan sumbangsih PAD yakni PT Petrogas Jatim Utama (PJU) yang berada di Kota Surabaya.

Lantas bagaimana dengan Perusda Kaltim yang selama ini sudah berjalan? Karena itu, DPRD Kaltim melalui Komisi II bertandang ke PT PJU untuk sharing kiat pengembangan perusda agar terendnya menjadi positif.

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono usai berdiksui dengan pihak PT PJU mengatakan, berdasarka hasil diskusi dan sharing dengan pihak PT PJU selaku salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Jawa Timur (Jatim), banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran untuk diterapkan di Kaltim, khsusnya berkaitan dengan pengembangan perusda.

“Pertama, dari hasil pemaparan direksi adri PT PJU, kata kuncinya adalah profesionalisme. Mengapa demikian? Karena ketika berbicara bisnis to bisnis, maka memang harus ditangani oleh orang profesional dan berintegritas tinggi, dan profesionalisme itu didukung dengan kapasitas dan kapabilitas yang memang itu bidangnya, sehingga ketika menjalankan perusda ini, memang backgroundnya harus benar yang kapable,” terang Tiyo, sapaan akrabnya.

Untuk itu kata dia, Kaltim harus banyak belajar dari Jatim. Ketika berbicara mengenai pengelolaan Participa Participating Interest (PI), kemudian perusda yang lain dengan bidang masing-masing, maka kata kuncinya adalah profesionalisme

“Kedepannya, Pemprov Kaltim dan DPRD harus sama-sama duduk bareng untuk bicara terkait perusda harus berkembang secara profesional. Termasuk juga nanti masalah perda maupun regulasi yang mengatur hal itu,” ucap Politisi Golakr ini.

Dari hasil diskusi itu, lanjut dia, bahwa PT PJU ini dikelola secara profesional. Dalam artian, direksi yang ada dalam perusahaan ini adalah mereka yang sesuai dengan bidangnya dan ditempati oleh orang-orang yang berkompeten.

Dirinya berharap, literasi pengembangan perusda, kedepan Pemprov Kaltim melakukan sharing session dengan mendatangkan tenaga profesional untuk melakukan training, dan jika perlu dilakukan hayer tiga hingga lima tahun melakukan supervisi kepada perusda di Kaltim.

“Supaya, perusda kita terus berkembang dan kata kuncinya nanti adalah membuka lapangan kerja. Ketika profit sudah bagus, membuka lapangan kerja, maka silakan lah orang-orang kita bisa mengambil peran,” pungkas Tiyo. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)