Komisi I DPRD Kaltim Mediasi Persoalan Dugaan Pencemaran dan Kerusakan Lahan

Senin, 1 Februari 2021 829
Komisi I terima aduan masyarakat Gunung Banteng Desa Sibuntal Kecamatan Marangkayu, Kukar terkait Pencemaran dan Kerusakan Lahan yang diduga dilakukan PT Mahakam Sumber Jaya
SAMARINDA. Komisi I DPRD Kaltim menggelar pertemuan dengan Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, Manajemen PT Mahakam Sumber Jaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar, dan perwakilan warga Gunung Banteng, Kukar, Senin (1/2/2021).
Ketua LBH Pijar Kaltim Ahmad mengatakan kegelisahan masyarakat di Gunung Banteng Desa Sibuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara sudah berjalan cukup lama, hal ini karena masyarakat melakukan pertanian dengan tergabung dalam beberapa kelompok tani dan sudah berjalan beberapa tahun bahkan ada yang sepuluh tahun lebih. Hadirnya pertanian warga ada sebelum adanya perusahan di aeral dimaksud akan tetapi aktifitas pertambangan menimbulkan persoalan.

Hadirnya Kegiatan tambang menimbulkan ancaman tidak hanya lingkungan tetapi juga rentan terjadi korban jiwa karena ketika petani di ladang sering terjadi ledakan atau begisting. Pasalnya, aktifitas kegiatan pertambangan dekat dengan kawasan pertanian warga.
Berkurangnya debit air dan air yang ada di kawasan tersebut sudah tidak layak konsumsi. “Getaran akibat ledakan itu dirasakan tidak hanya di kawasan sawah dan kebun saja akan tetapi hingga ke pemukiman, suara bising dan debu, bahkan menyebabkan pergeseran tanah,” jelasnya.

Perusahaan dinilai melakukan mengelabui petugas yang sidak dengan hanya menggunakan ledakan yang hanya satu sumbu sehingga yang terjadi ledakan kecil yang tidak menimbulkan getaran dan pergeseran tanah sebagaimana yang dikeluhkan masyarakat.
"Ini persoalan utama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian dan perkebunan. Oleh sebagian  itu masyarakat sangat mengharapkan agar persoalan ini bisa diselesaikan secepatnya, "tegasnya.

Kabid Penataan Hukum, DLH Kaltim Munawar menjelaskan dari segi kawasan sebenarnya areal yang menjadi persoalan itu masuk dalam kewenangan Pemkab Kukar, namun karena perusahaan ini lintas kabupaten/kota maka izinnya di provinsi.
“Masuk kawasan Kawasan Budidaya Kehutanan, nah Oktober 2020 kami serahkan ke Dinas Kehutanan, dan kemudian persoalan ini dilimpahkan kembali ke DLH,” katanya.

Kemudian, lanjut dia dalam menindaklanjuti persoalan itu pihaknya melibatkan, KLHK, Dinas Kehutanan dan lainnya. Dari hasil dari  verifikasi oleh tim tersebut keberadaan kegiatan warga dinilai ilegal karena belum dapat izin dari tugas yang berwenang karena kawasan tersebut masuk Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).
Selain itu, dari hasil tinjauan lapangan tidak ditemukan debu yang diakibatkan kegiatan tambang, dan pergeseran tanah sebagaimana yang dikeluhkan oleh masyarakat karena lokasi antara pemukiman dan areal pertanian dengan lokasi tambang cukup jauh.

Tidak ada hubungan sebab akibat atara kualitas air dengan kegiatan perusahaan karena posisi sumur lebih tinggi dari kegiatan tambang. “Karena tidak terbukti maka dinyatakan berakhir dan telah dibuatkan berita acara yang disepakati oleh semua pihak yang turun di lapangan, seperti LBH Pijar, perwakilan warga sekitar dan lainnya,” bebernya.
Perwakilan PT MSJ Adi menjelaskan merupakan kawasan konsensi meliputi Kecamatan Tenggarong Seberang - Marangkayu. Terkait lokasi yang masuk dalam KBK pihaknya mendapatkan izin dari pemerintah.

Terkait persoalan dari masyarakat pihaknya juga melakukan kajian dan evaluasi termasuk terbuka ketika tim dari Pemprov Kaltim dan masyarakat luas. Pola perluasan areal tambang setelah mendapatkan  dari pemerintah dilakukan tali asih dengan catatan dibuktikan lokasinya, tanam tumbuhnya dan pengelolanya. 2009 - 2010 sudah memasang pelanggan kawasan tambang, perusahaan menyisinyalir adanya pengaduan yang sama setiap tahunnya dan diberikan tali asih kepada orang yang sama "Tiap tahun pindah lokasi tanam tumbuh yang masih di areal konsensi tambang,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin mengakui bahwa surat mediasi penyelesaian persoalan dimaksud sebenarnya sudah diterima tahun lalu, namun karena banyaknya agenda kerja dan memasuki awal masa pandemi covid-19 jadi sulit dilakukan pertemuan tatap muka sehingga dinilai kurang efektif. Laporan pengaduan masih belum lengkap karena tidak ada data kepemilikan lahan, tabel kerugian misalnya terdapat tanam tumbuh di lokasi yang dipermasalahkan dan sebagainya.

Menurutnya, tanam tumbuh yang masuk areal kegiatan pertambangan wajib diberikan tali asih. Hal ini merupakan bagian dari rasa kemanusiaan yang dinilai tidak akan merugikan perusahaan. 
Ia menjelaskan, di peraturan perundang-undangan yang baru dijelaskan hutan-hutan negara yang sudah diduduki atau dipelihara oleh masyarakat bisa di alih status. “Jadi kedepannya, kalau memang hutan lindung yang dirawat oleh masyarakat bisa dimiliki masyarakat,” ujar Jahidin saat memimpin rapat yang dihadiri Yusuf Mustafa, Romadhony Putra Pratama, Agiel Suwarno, Mashari Rais. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus RPJMD Tegaskan Komitmen Percepatan Penuntasan Tapal Batas Wilayah Kaltim
Berita Utama 24 Juli 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur 2025–2029 terus mengakselerasi langkah strategis demi memastikan kejelasan kewilayahan yang adil dan komprehensif. Salah satu langkah kuncinya adalah melalui agenda konsultatif yang digelar di Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri, pada Kamis (24/7/2025). Pertemuan yang dipimpin oleh Ketua Pansus RPJMD DPRD Kaltim Syarifatul Syadiah ini turut dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan lintas institusi, antara lain Kasubdit Wilayah II Ditjen Adwil Kemendagri Teguh Subarto, Kepala Biro Pemerintahan Setda Kaltim Siti Sugianti, Asisten I Pemkab Berau Hendratno, Kabid PPM Bappeda Kaltim Misoyo, serta perwakilan dari instansi terkait. Dalam diskusi intensif tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (POD) memaparkan sejumlah titik krusial yang masih menyisakan ketidakjelasan tapal batas antar kabupaten dan kota, seperti Paser dengan Penajam Paser Utara, Penajam Paser Utara dengan Kutai Barat, Kutai Barat dengan Mahakam Ulu, Kutai Timur dengan Berau, dan Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara. Tak hanya batas internal antar kabupaten dan kota, permasalahan batas wilayah antarprovinsi juga menjadi perhatian, khususnya antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Segmen batas seperti Kutai Barat dan Barito, Mahakam Ulu dengan Barito dan Murung Raya, serta Paser dengan Barito belum memperoleh kepastian hukum dari pemerintah pusat. “Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena batas wilayah belum jelas. Ini berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan APBD dan kejelasan kewenangan pembangunan,” tegas Syarifatul Sya’diah. Langkah koordinatif ini merupakan bagian integral dari upaya memastikan RPJMD 2025–2029 disusun secara realistis dan berkeadilan, dengan mempertimbangkan dinamika dan aspirasi kewilayahan secara menyeluruh.  Selain itu, penyelesaian tapal batas diyakini dapat memperkuat integritas tata kelola pemerintahan, mencegah tumpang tindih pelayanan, serta memperjelas hak dan kewajiban daerah dalam pembangunan lintas sektor. Dengan kolaborasi aktif antara DPRD, Pemprov, dan Kemendagri, diharapkan percepatan penyelesaian batas wilayah ini segera mencapai kepastian hukum dan dapat diterjemahkan dalam perencanaan pembangunan yang lebih responsif dan merata hingga ke pelosok Kalimantan Timur.(hms9/hms6)