Komisi I DPRD Kaltim Mediasi Persoalan Dugaan Pencemaran dan Kerusakan Lahan

Senin, 1 Februari 2021 894
Komisi I terima aduan masyarakat Gunung Banteng Desa Sibuntal Kecamatan Marangkayu, Kukar terkait Pencemaran dan Kerusakan Lahan yang diduga dilakukan PT Mahakam Sumber Jaya
SAMARINDA. Komisi I DPRD Kaltim menggelar pertemuan dengan Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, Manajemen PT Mahakam Sumber Jaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar, dan perwakilan warga Gunung Banteng, Kukar, Senin (1/2/2021).
Ketua LBH Pijar Kaltim Ahmad mengatakan kegelisahan masyarakat di Gunung Banteng Desa Sibuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara sudah berjalan cukup lama, hal ini karena masyarakat melakukan pertanian dengan tergabung dalam beberapa kelompok tani dan sudah berjalan beberapa tahun bahkan ada yang sepuluh tahun lebih. Hadirnya pertanian warga ada sebelum adanya perusahan di aeral dimaksud akan tetapi aktifitas pertambangan menimbulkan persoalan.

Hadirnya Kegiatan tambang menimbulkan ancaman tidak hanya lingkungan tetapi juga rentan terjadi korban jiwa karena ketika petani di ladang sering terjadi ledakan atau begisting. Pasalnya, aktifitas kegiatan pertambangan dekat dengan kawasan pertanian warga.
Berkurangnya debit air dan air yang ada di kawasan tersebut sudah tidak layak konsumsi. “Getaran akibat ledakan itu dirasakan tidak hanya di kawasan sawah dan kebun saja akan tetapi hingga ke pemukiman, suara bising dan debu, bahkan menyebabkan pergeseran tanah,” jelasnya.

Perusahaan dinilai melakukan mengelabui petugas yang sidak dengan hanya menggunakan ledakan yang hanya satu sumbu sehingga yang terjadi ledakan kecil yang tidak menimbulkan getaran dan pergeseran tanah sebagaimana yang dikeluhkan masyarakat.
"Ini persoalan utama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian dan perkebunan. Oleh sebagian  itu masyarakat sangat mengharapkan agar persoalan ini bisa diselesaikan secepatnya, "tegasnya.

Kabid Penataan Hukum, DLH Kaltim Munawar menjelaskan dari segi kawasan sebenarnya areal yang menjadi persoalan itu masuk dalam kewenangan Pemkab Kukar, namun karena perusahaan ini lintas kabupaten/kota maka izinnya di provinsi.
“Masuk kawasan Kawasan Budidaya Kehutanan, nah Oktober 2020 kami serahkan ke Dinas Kehutanan, dan kemudian persoalan ini dilimpahkan kembali ke DLH,” katanya.

Kemudian, lanjut dia dalam menindaklanjuti persoalan itu pihaknya melibatkan, KLHK, Dinas Kehutanan dan lainnya. Dari hasil dari  verifikasi oleh tim tersebut keberadaan kegiatan warga dinilai ilegal karena belum dapat izin dari tugas yang berwenang karena kawasan tersebut masuk Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).
Selain itu, dari hasil tinjauan lapangan tidak ditemukan debu yang diakibatkan kegiatan tambang, dan pergeseran tanah sebagaimana yang dikeluhkan oleh masyarakat karena lokasi antara pemukiman dan areal pertanian dengan lokasi tambang cukup jauh.

Tidak ada hubungan sebab akibat atara kualitas air dengan kegiatan perusahaan karena posisi sumur lebih tinggi dari kegiatan tambang. “Karena tidak terbukti maka dinyatakan berakhir dan telah dibuatkan berita acara yang disepakati oleh semua pihak yang turun di lapangan, seperti LBH Pijar, perwakilan warga sekitar dan lainnya,” bebernya.
Perwakilan PT MSJ Adi menjelaskan merupakan kawasan konsensi meliputi Kecamatan Tenggarong Seberang - Marangkayu. Terkait lokasi yang masuk dalam KBK pihaknya mendapatkan izin dari pemerintah.

Terkait persoalan dari masyarakat pihaknya juga melakukan kajian dan evaluasi termasuk terbuka ketika tim dari Pemprov Kaltim dan masyarakat luas. Pola perluasan areal tambang setelah mendapatkan  dari pemerintah dilakukan tali asih dengan catatan dibuktikan lokasinya, tanam tumbuhnya dan pengelolanya. 2009 - 2010 sudah memasang pelanggan kawasan tambang, perusahaan menyisinyalir adanya pengaduan yang sama setiap tahunnya dan diberikan tali asih kepada orang yang sama "Tiap tahun pindah lokasi tanam tumbuh yang masih di areal konsensi tambang,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin mengakui bahwa surat mediasi penyelesaian persoalan dimaksud sebenarnya sudah diterima tahun lalu, namun karena banyaknya agenda kerja dan memasuki awal masa pandemi covid-19 jadi sulit dilakukan pertemuan tatap muka sehingga dinilai kurang efektif. Laporan pengaduan masih belum lengkap karena tidak ada data kepemilikan lahan, tabel kerugian misalnya terdapat tanam tumbuh di lokasi yang dipermasalahkan dan sebagainya.

Menurutnya, tanam tumbuh yang masuk areal kegiatan pertambangan wajib diberikan tali asih. Hal ini merupakan bagian dari rasa kemanusiaan yang dinilai tidak akan merugikan perusahaan. 
Ia menjelaskan, di peraturan perundang-undangan yang baru dijelaskan hutan-hutan negara yang sudah diduduki atau dipelihara oleh masyarakat bisa di alih status. “Jadi kedepannya, kalau memang hutan lindung yang dirawat oleh masyarakat bisa dimiliki masyarakat,” ujar Jahidin saat memimpin rapat yang dihadiri Yusuf Mustafa, Romadhony Putra Pratama, Agiel Suwarno, Mashari Rais. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.