Gelar Rapat Internal, Pansus Penyelenggaraan Pendidikan Bedah Draf Ranperda

Jumat, 19 September 2025 60
Rapat kerja Ketua Panitia Khusus (Pansus) Penyelenggaraan Pendidikan DPRD Kalimantan Timur.

SAMARINDA  - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Penyelenggaraan Pendidikan DPRD Kalimantan Timur, Syarkowi V Zahry, menegaskan komitmen pihaknya untuk menyusun kerangka acuan kerja yang inklusif dan berpihak pada kepentingan masyarakat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam rapat yang digelar di Gedung D lantai III Kantor DPRD Kaltim, Jumat (19/9), Syarkowi memimpin jalannya diskusi bersama Wakil Ketua Pansus, Agusriansyah Ridwan, serta sejumlah staf ahli dan tim teknis.

Dalam rapat tersebut, Syarkowi V Zahry menyoroti tiga isu strategis yang menjadi fondasi utama dalam penyusunan Ranperda Penyelenggaraan Pendidikan. Pertama, pemberian bantuan pendidikan gratis, kedua, pengembangan karakter peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, dan ketiga, penguatan kapasitas guru.

"Kami ingin memastikan bantuan pendidikan gratis bisa menjangkau hingga jenjang perguruan tinggi sebagai bentuk keberpihakan terhadap hak dasar masyarakat Kaltim. Kedua, kami menekankan pentingnya pengembangan karakter peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, agar mereka tumbuh tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat secara moral. Ketiga, penguatan kapasitas guru menjadi perhatian serius kami, karena kualitas pembelajaran sangat bergantung pada kompetensi dan kesejahteraan tenaga pendidik. Semua ini harus berjalan seiring dengan reformasi sistem pendidikan yang inklusif dan adaptif terhadap tantangan zaman,” jelas Sarkowi. 

Syarkowi menekankan pentingnya koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menyelaraskan kewenangan dan aspirasi daerah terhadap draf Ranperda. “Banyak aspirasi yang masuk melalui DPRD kabupaten/kota, terutama terkait kewenangan SD dan SMP. Secara regulasi, kita tidak bisa menutup mata bahwa pendidikan yang ditangani kabupaten/kota harus sinkron dan berpihak pada kebijakan provinsi,” ujarnya.

Ia juga menyoroti tantangan dalam pendidikan tinggi yang secara administratif menjadi kewenangan pemerintah pusat. “Namun yang bersekolah itu adalah rakyat Kaltim. Maka, provinsi tetap punya tanggung jawab moral untuk memastikan akses dan kualitas pendidikan tinggi bagi warganya,” tambahnya.

Dalam waktu dekat, Pansus akan menggelar serangkaian pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk praktisi pendidikan, akademisi, dan organisasi profesi. “Kami akan undang mereka secara terbuka untuk memberikan masukan. Ranperda ini harus lahir dari kebutuhan nyata masyarakat, bukan sekadar produk administratif,” tegas Syarkowi.

Langkah ini, menurutnya, merupakan bagian dari upaya membangun sistem pendidikan yang tidak hanya kuat secara kelembagaan, tetapi juga berakar pada nilai-nilai lokal dan kebutuhan generasi mendatang. (hms4)

TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.