Dua Perda Kaltim Dicabut, satu Perda Direvisi

22 September 2022

Rapat Paripurna ke-40 DPRD Provinsi Kalimantan Timur dengan agenda Pengesahan Revisi Agenda Kegiatan DPRD Provinsi Kalimantan Timur masa sidang III Tahun 2022 dan Penyampaian Nota Penjelasan Terhadap Tiga Buah Ranperda, Rabu (21/9).
SAMARINDA. Dua buah Peraturan Daerah Kaltim tentang Pencabutan Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang, Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah resmi dicabut. Sedangkan satu Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah disepakati direvisi.

Pencabutan dan revisi peraturah daerah itu dilakukan pada rapat paripurna ke-40 DPRD Kaltim, Rabu (21/9). Rapat dipimpin Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, didampingi Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun dan Seno Aji. Hadir mewakili Pemprov Kaltim, Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi dan Keuangan Daerah Kaltim Diddy Rusdiandyah Anan.

Hasanuddin Mas’ud memberikan tanggapan tentang pencabutan dua Perda Kaltim tersebut dengan mengatakan pemerintah pusat seharusnya melakukan koordinasi dengan daerah sebelum membuat kebijakan tercentral itu.

Menurutnya, daerah yang memahami benar bagaimana kondisinya termasuk dampak positif dan negatifnya. “Kalau pendapat saya pribadi, perlu pembahasan lebih lanjut. Kan, ini dari pusat dengan Undang-Undang Cipta Kerja, sedangkan kerusakannya ada di daerah,”tuturnya.

Oleh sebab itu pihaknya menilai kalaupun perda hendak dicabut seharusnya ada narasi dan literasi yang jelas kepada DPRD sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja kepada masyarakat Kaltim.

Diddy Rusdiandyah Anan menjelaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja diundangkan dalam rangka mendukung cipta kerja yang memerlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan kesejahteraan pekerja.

Perubahan Kedua Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2016 diantaranya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Penanaman Modal non tipelogi sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2021 tentang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kedua, Rumah Sakit Daerah sebagai unit organisasi bersifat khusus yang memberikan layanan secara professional dan memiliki otonomi dalam pengelolaan keuangan dan barang milik daerah serta bidang kepegawaian. Ketiga, mencabut dan menyatakan tidak berlakunya Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah. “Dengan dibatalkannya pemberlakuan UU Nomor 7 Tahun 2004, maka acuan Perda Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah menjadi tidak berdasar hukum. Oleh sebab itu maka Pemerintah Daerah mengusulkan untuk dilakukan pencabutan atas Perda Nomor 14 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah dan dinyatakan tidak berlaku,” jelasnya.

Terbitnya UU Nomor 3/2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka sejak tanggal 11 Desember 2020, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara mulai dari perizinan, pembinaan, monitoring sampai dengan pengawasan kewenangannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 disusun dengan mengacu ke Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga sudah tidak relevan lagi pemberlakuannya,” pungkasnya.(adv/hms4/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Ekti Imanuel Monitoring Proyek Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni Di Kutai Barat
admin 22 Januari 2025
0
KUTAI BARAT. Wakil Ketua DPRD Kaltim Ekti Imanuel secara langsung lakukan monitoring terhadap proyek pembangunan rehabilitasi rumah tidak layak huni tahun anggaran 2024. Kegiatan yang berlangsung di Kampung Tanjung Isuy Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Rabu (22/1/2025) turut didampingi Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan  Perumahan Rakyat (PUPR PERA) Kaltim dari Bidang Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kaltim dan dari Kubar. Pada kesempatan itu, Ekti Imanuel mengatakan bahwa ada sebanyak 50 unit rumah mendapat bantuan pada proyek rehabilitasi rumah tidak layak huni dari APBD tahun 2024 di Tanjung Isuy. Dan di Kampung Tanjung Isuy sendiri ada sebanyak 15 unit yang mendapat bantuan. “Yang kita ambil sample ada 5 rumah tadi ya. Yang ingin saya lihat itu adalah hasil dari pada anggaran yang sudah diatur oleh pergub. Pergub ini kan Rp 25 juta ya untuk satu rumah,” sebut Ekti. Hal ini, menurut Ekti, terbilang agak susah untuk dinilai, dikarenakan proses rehab ini tidak sama dengan membangun bangunan baru. “Tentu, yang namanya rehab ini tidak semua diganti, tapi secara garis besar saya anggap lumayan bagus. Dan tentu ini laporan saya ke pak gubernur nanti,” ujarnya. Dalam proses kedepan, lanjutnya, perlu ada revisi dari pergub ini terkait dengan nilai. “Nilai seperti Kubar dan Mahulu ini kan harga material beda dengan di kota. Itu yang kita kasih masukan. Dalam arti dengan proses daripada Bappeda dan Perkim sendiri yang mengkajinya,” tutur Ekti. Kemudian, Ekti akan mendorong melalui rapat paripurna terkait reses, bahwa akan menyampaikan usulan kepada pemerintah provinsi untuk merevisi pergub yang ada. “Terkait dengan nilai Rp 25 juta, mungkin bisa dinaikkan lagi berapa, sesuai kajian teknis Bapedda dan Perkim yang menjalankannya,” jelasnya. Lain pihak, Kepala Bidang Perkim Kaltim Sidiq Prananto Sulistyo menerangkan bahwa kegiatan rehabilitasi rumah tidak layak huni tahun anggaran 2024 yang ada di Kubar sejumlah 150 unit, terbagi menjadi tiga lokasi yang salah satunya berada di Tanjung Isuy sebanyak 50 unit. “Untuk penerima bantuan, kita mendapatkan data atau usulan dari pemerintah Kabupaten Kubar,” ungkap Sidiq. Dari hasil data yang diperoleh, dilanjutkan dengan mengidentifikasi untuk memastikan syarat dan kriteria telah terpenuhi pada acuan pelaksanaan rehabilitasi. “Salah satunya adalah status lahan, terus kemudian betul-betul penerima bantuan yang diusulkan ini adalah masyarakat yang memang berpenghasilan rendah,” tuturnya. Dari hasil identifikasi itu, lanjut Sidiq, kemudian dilakukan perencanaan terhadap rehab rumah tersebut. “Penanganan dalam rehabilitasi rumah itu juga tidak sama. Ada yang mungkin disitu menangani atapnya, ada yang memang atapnya dan dindingnya dan beserta lantainya,” sebutnya. Pihaknya telah melakukan diskusi dan komunikasi bersama penerima bantuan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk keseriusan terhadap penerima bantuan dan kebutuhannya. “Dengan batasan nominal bantuan kurang lebihnya sekitar Rp 25 juta sesuai yang ada di Pergub 33 tahun 2022,” pungkasnya. (hms8)