DPRD Kaltim Gelar RDP Gabungan Bahas Pajak, Lingkungan, dan Rencana Kunjungan Lapangan ke PT Kobexindo Cement

Selasa, 21 Oktober 2025 96
GABUNGAN KOMISI : Komisi II dan Komisi IV menggelar RDP bersama mitra kerja, Selasa (21/10/2025)

SAMARINDA – Pimpinan, Komisi II dan Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan bersama sejumlah mitra kerja, Selasa (21/10/2025). Agenda ini membahas tindak lanjut paparan PT Kobexindo Cement terkait data kendaraan bermotor, alat berat, Pajak Air Permukaan (PAP), serta aspek pengendalian dampak lingkungan, pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR), dan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

 

Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi II, Sabaruddin Panrecalle, dan dihadiri Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Ketua Komisi IV H Baba, serta anggota Komisi II dan IV lainnya, antara lain Abdul Giaz, Sigit Wibowo, Syahariah Mas’ud, Damayanti, Fuad Fakhruddin, dan Agus Aras. Hadir pula perwakilan dari DPMPTSP Kaltim, DLH Kaltim, Dinas ESDM Kaltim, Bapenda Kaltim, serta manajemen PT Kobexindo Cement.

 

Dalam forum tersebut, Hasanuddin Mas’ud menyoroti potensi dampak lingkungan dari aktivitas produksi PT Kobexindo Cement, khususnya terkait pengelolaan limbah. Ia mempertanyakan apakah limbah dibuang ke sumber mata air atau laut, yang berisiko mencemari ekosistem sekitar. 

 

Ia juga menyinggung isu penggunaan jalan desa sebagai jalur hauling serta dugaan pengambilan material di luar wilayah izin tambang dan penurunan kualitas air di Kaliorang.

 

“DPRD merekomendasikan kunjungan lapangan ke lokasi perusahaan untuk melihat langsung kondisi di sana. Kami juga akan membentuk panitia khusus (pansus) agar temuan-temuan ini bisa ditindaklanjuti secara menyeluruh,” ujar Hasanuddin.

 

Sementara, Ketua Komisi II, Sabaruddin menekankan pentingnya optimalisasi penerimaan pajak daerah di tengah kondisi defisit. Ia mendorong 1.164 perusahaan terdaftar agar memenuhi kewajiban perpajakan secara tertib dan transparan.

 

“Kami minta DPMPTSP memperketat evaluasi terhadap izin usaha. Jika ditemukan pelanggaran terhadap kewajiban CSR, PAP, maupun Pajak Alat Berat (PAB), maka sanksi tegas hingga pencabutan izin operasional harus diberlakukan,” ujarnya.

 

Senada, Ketua Komisi IV, H Baba, turut menyoroti keberadaan tenaga kerja asing (TKA) di perusahaan tersebut. Ia mempertanyakan legalitas izin kerja para TKA dan meminta data lengkap untuk ditelaah lebih lanjut.

 

“Saya minta dijadwalkan kunjungan langsung ke lokasi perusahaan. Kita perlu verifikasi lapangan untuk memastikan kesesuaian data administratif dengan kondisi di lapangan,” pungkasnya.

 

RDP ini menjadi langkah awal pengawasan legislatif terhadap kepatuhan perusahaan terhadap regulasi lingkungan, perpajakan, dan ketenagakerjaan di Kalimantan Timur. (hms8)



 
 
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.