DPRD Kaltim Dorong Penguatan Kebijakan Gender, Responsif Lewat Rakor RAD PUG di Kukar

Rabu, 22 Oktober 2025 117
Anggota DPRD Kaltim Sarkowi V Zahry, menghadiri Rapat Koordinasi Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender (RAD PUG) di Kukar, Rabu (22/10/2025).
TENGGARONG — Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, menghadiri Rapat Koordinasi Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender (RAD PUG) yang digelar oleh Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Prov. Kaltim, Rabu (22/10/2025), di Hotel Grand Fatma, Tenggarong, Kutai Kartanegara.

Rakor ini menjadi forum penting untuk menyatukan langkah antara pemerintah daerah, legislatif, dan pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat pelaksanaan kebijakan yang responsif gender di Kaltim.

Kehadiran DPRD Kaltim melalui Legislator dari Fraksi Golkar tersebut mencerminkan komitmen lembaga legislatif dalam mendukung percepatan pelaksanaan PUG di seluruh sektor pembangunan.

Kepala Biro Kesra Setda Prov. Kaltim, Dasmiah, dalam laporannya menyampaikan bahwa pelaksanaan rakor dilandasi oleh strategi pembangunan yang mengedepankan kesetaraan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi seluruh masyarakat tanpa diskriminasi gender.

“Rakor ini bertujuan memperkuat koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi antar pelaku pembangunan, serta menyusun langkah teknis dan strategis dalam pelaksanaan program-program pemerintah yang represif gender,” jelas Dasmiah.

Dalam sambutannya, Sarkowi V Zahry menegaskan pentingnya evaluasi terhadap regulasi daerah yang berkaitan dengan pengarusutamaan gender. Ia mendorong agar perda-perda yang ada dikaji ulang, bahkan membuka peluang untuk mengangkat peraturan gubernur menjadi perda jika diperlukan.

“Perda-perda yang berkaitan dengan PUG perlu kita koreksi. Apakah sudah sesuai, atau perlu disesuaikan, atau bahkan perlu ada perda baru. Ini bagian dari komitmen DPRD dalam mendukung program yang memerlukan dukungan dari sisi regulasi dan anggaran,” tegas Sarkowi.

Ia juga menekankan bahwa perspektif hukum harus adaptif terhadap dinamika sosial masyarakat, agar kebijakan yang dirumuskan tidak stagnan dan tetap relevan dengan target pembangunan yang direncanakan.

“Jangan sampai nanti aturannya itu kadaluwarsa dan tidak bisa mengarah pada pencapaian target-target program yang kita rencanakan. DPRD punya komitmen, ketika memang program yang dilaksanakan itu juga memerlukan backup dari sisi anggaran, saya kira itu juga merupakan tugas DPRD,” sebut Sarkowi.

DPRD Kaltim, lanjutnya, siap bersinergi lebih intens dengan perangkat daerah sebagai mitra kerja, melalui forum-forum koordinatif seperti rakor RAD PUG ini. Sinergi kelembagaan menjadi kunci agar pelaksanaan PUG di Kaltim berjalan efektif, terintegrasi, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.