Dorong Penguatan BLK dan Serapan Alumni untuk SDM IKN

Rabu, 10 September 2025 117
KUNJUNGAN: Komisi VI lakukan monitoring program di UPTD Balai Latihan Kerja Industri Disnakertrans Kaltim Balikpapan, Rabu (10/9/2025)
Balikpapan – Komisi IV DPRD Kalimantan Timur melakukan monitoring program di UPTD Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Disnakertrans Kaltim Balikpapan, Rabu (10/9/2025). Dalam kunjungan ini, anggota dewan menekankan pentingnya peningkatan kapasitas pelatihan, evaluasi penyerapan alumni, hingga strategi menyiapkan tenaga kerja lokal untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Ketua Komisi IV, Baba, menilai jumlah paket pelatihan yang tersedia saat ini masih terbatas. Ia mengusulkan agar jumlahnya ditingkatkan dari 16 menjadi 32 paket, dengan catatan kesiapan instruktur juga diperhatikan. “Kalau memungkinkan, bisa dipertimbangkan dukungan anggaran melalui kerja sama dengan DPRD. Tujuannya agar jangkauan pelatihan lebih luas dan kualitas tenaga kerja Kaltim meningkat,” ujarnya. Baba juga menekankan pentingnya data alumni BLKI Tahun 2023, terutama terkait serapan kerja, untuk menilai efektivitas program.

Ia meninta bahwa BLK tidak hanya fokus pada penyelenggaraan pelatihan semata, tetapi juga harus menghadirkan data komprehensif mengenai alumni dan tingkat serapan kerja sebagai tolok ukur keberhasilan. "Komisi IV mendorong perluasan daya tampung, penambahan instruktur, serta pembentukan unit pelatihan di berbagai kabupaten/kota" ujarnya.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra, yang menyoroti perlunya transparansi kurikulum agar selaras dengan kebutuhan dunia kerja. Ia menyebut mekanisme tracing alumni sebagai indikator penting keberhasilan program. “Kalau tidak ada data alumni yang jelas, kita tidak tahu sejauh mana program ini benar-benar bermanfaat bagi penurunan pengangguran,” tegasnya.

Sekretaris Komisi IV, Muhammad Darlis menilai BLK memiliki peran vital dalam meningkatkan keterampilan vokasi, namun keterbatasan daya tampung membuat banyak masyarakat belum terakomodasi. “Profil tenaga kerja Kaltim masih perlu peningkatan kapasitas, sementara angka pengangguran cukup tinggi. Disnaker harus menunjukkan data yang jelas agar DPRD bisa memperjuangkan penguatan anggaran,” katanya.

Anggota Komisi IV, Sarkowi V Zahry menambahkan bahwa kerja sama antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu diperkuat dalam proses rekrutmen peserta agar lebih transparan dan tepat sasaran, dengan mekanisme tracing alumni yang jelas.

Ia juga menekankan pentingnya publikasi yang lebih luas agar masyarakat mengetahui program yang tersedia. “Kalau informasi hanya beredar terbatas, masyarakat di daerah sulit mengakses pelatihan. Harus ada strategi sosialisasi yang lebih masif,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Disnakertrans Kaltim Rozani Erawadi menjelaskan bahwa saat ini terdapat dua BLK di provinsi ini, yakni di Balikpapan dan Bontang, dengan total 65 paket pelatihan per tahun.

"Semua dibiayai dari APBD tanpa dukungan APBN, dengan anggaran Rp22 miliar di Tahun 2025. Peserta pelatihan memperoleh sertifikat BNSP dan CIU sesuai Permenaker Nomor 6 Tahun 2025, dan setiap tahun dilakukan sinkronisasi dengan perusahaan agar alumni dapat terserap di dunia kerja. Namun, keterbatasan daya tampung menjadi tantangan, karena tiap paket hanya menampung 16 pesertterangnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.