Audiensi Komisi IV Bersama Pokja Pengawas Madrasah Kaltim

Rabu, 26 November 2025 12
AUDIENSI : Komisi IV DPRD Kaltim saat menggelar audiensi bersama Pokja Pengawas Madrasah Kaltim, Rabu (26/11/2025)
SAMARINDA – Komisi IV DPRD Provinsi  Kalimantan Timur menggelar audiensi bersama Kelompok Kerja (Pokja) Pengawas Provinsi Kalimantan Timur di ruang rapat Gedung E lantai 1 Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Rabu (26/11/2025).

Memimpin audiensi, Sekretaris Komisi IV, Muhammad Darlis Pattalongi didampingi Anggota Komisi IV Agusriansyah Ridwan dan Fuad Fakhruddin.

Darlis mengatakan bahwa audiensi ini adalah sebagai tindak lanjut surat dari Pokja Pengawas Madrasah Nomor : 012/Pokjawas.mad/08/2025 tentang permohonan audiensi terkait implementasi kebijakan Merdeka Belajar pada satuan pendidikan di Provinsi Kalimantan Timur.

Selain itu, audiensi dilakukan guna membahas terkait pengenalan tugas dan fungsi serta teknis kerjasama dan pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan peran pengawas sekolah.

Jumian selalu KetuaPokja Pengawas Madrasah membeberkan beberapa poin persoalan. Ia mengatakan bahwabelum meratanya pengawas di kabupaten/kota sehingga terjadi kekosongan pengawasan, jangkauan pengawasan, dan masih kurangnya penganggaran pada organisasi profesi.

“Kurang lebih sebanyak 557 jumlah madrasah yang membutuhkan pengawas. Sehingga kami memohon dukungan moril dari Pemerintah Provinsi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan madrasah yang ada di Kalimantan Timur,” sebut Jumian.

Sementara, Agusriansyah mengatakan bahwa pada prinsipnya setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan pendidikan diIndonesia, hanya saja dalam hal kewenangan harus merujuk pada regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, dan diperlukan kerja-kerja kolaborasi oleh pemerintah daerah.

“Beberapa pola yang bisa direkomendasi dalam hal kerjasama Pemprov Kaltim dan pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) Kemenag untuk di Kalimantan Timur bisa berupa insentif berbasis kegiatan,insentif berbasis mutu pendidikan dan insentif berbasis kompetensi,” ujarnya.

Disisi lain, Fuad Fakhruddin menekankan perlunya untuk menyuarakan peningkatan pendidikan pada tingkat madrasah di Kalimantan Timur termasuk kelengkapan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukungnya, sehingga perlu untuk Komisi IV  agar mendukung inisiatif tersebut.

Dari permasalahan yang di bahas dalam audiensi, Komisi IV memberikan tanggapan bahwa keberadaan guru, pengawas madrasah dan pengawas PAI memiliki posisi yang strategis sebagaimana guru-guru umum dalam peningkatan kualitas SDM.

“Secara regulatif, Pemerintah Provinsi Kaltim dimungkinkan untuk mengalokasikan anggaran sebagai insentif baik untuk guru-guru madrasah maupun pengawas madrasah dan pengawai PAI,” kata Darlis. (hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.