Anggota DPRD Kaltim Soroti Keterbatasan Kewenangan Daerah dalam Awasi Sengketa Lahan dan Perizinan Tambang

Senin, 26 Mei 2025 86
Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Didik Agung Eko Wahono
SAMARINDA. Anggota Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Didik Agung Eko Wahono, menyoroti keterbatasan kewenangan pemerintah daerah dalam menangani persoalan sengketa lahan dan perizinan perusahaan, khususnya di sektor pertambangan.

“Beragam aduan masyarakat masih terus muncul terkait konflik tanah dan tumpang tindih lahan antara warga dan perusahaan. Situasi ini bukan karena lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah, melainkan karena keterbatasan kewenangan yang diatur dalam undang-undang, yang mayoritas menyerahkan urusan perizinan dan pengawasan ke pemerintah pusat,” kata Didik, Senin (26/5/2025).

“Sebenarnya kalau sesuai dengan pembidangan kami di Komisi I dan dari RDP (Rapat Dengar Pendapat) yang sudah berkali-kali kami laksanakan, jelas bahwa persoalan lahan ini bukan semata tanggung jawab daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan banyak ditarik ke pusat,” sambungnya.

Ia menjelaskan bahwa dampak dari regulasi tersebut membuat daerah tidak lagi memiliki kuasa dalam memberi atau mencabut izin usaha, terutama di sektor pertambangan dan kehutanan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, kata dia, hanya berperan sebagai pengawas dan pelapor atas dinamika yang terjadi di lapangan.

“Jadi bukan karena kami lemah atau tidak bekerja, tapi karena aturannya memang begitu. Daerah tidak punya kewenangan untuk mengambil tindakan langsung. Kita hanya bisa mengawasi dan melaporkan,” tegas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut.

Didik juga menyebut bahwa konflik pertanahan yang banyak terjadi saat ini mayoritas berkaitan dengan aktivitas perusahaan tambang dan perusahaan besar lainnya yang memiliki izin langsung dari pemerintah pusat.

“Kalau ditanya soal masalah tanah, ya masih seputar itu-itu saja. Tumpang tindih antara masyarakat dengan perusahaan tambang, atau perusahaan besar lain seperti sawit. Dan itu bukan hal baru, sudah berlangsung lama,” ujarnya.

Ia pun mendorong agar ke depan ada revisi kundang-undang memberi ruang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk ikut menyelesaikan persoalan-persoalan yang menyangkut lahan dan perizinan di wilayah kaltim.

“Kalau kewenangan ini bisa diberikan kembali ke daerah, insyaallah persoalan-persoalan seperti ini bisa lebih cepat diselesaikan. Karena kami di daerah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat,” pungkasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Banmus dan BK DPRD Kaltim Studi ke DPRD DIY Perkuat Sinkronisasi Agenda dan Efektivitas Kelembagaan
Berita Utama 6 Agustus 2025
0
YOGYAKARTA — Dalam rangka memperkuat kualitas kelembagaan dan efektivitas penyusunan agenda kerja tahunan, Badan Musyawarah (Banmus) dan Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur melaksanakan kunjungan kerja ke DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta pada Rabu (6/8). Kunjungan dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD Kaltim, Yenni Eviliana, dan diikuti oleh Anggota Banmus Salehuddin, Ketua BK DPRD Kaltim Subandi, serta sejumlah staf Sekretariat DPRD dan tim ahli. Dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor DPRD DIY, rombongan menggali berbagai praktik baik yang telah diterapkan oleh DPRD DIY, termasuk pengaturan jadwal kegiatan Alat Kelengkapan Dewan (AKD), serta kegiatan Panitia Khusus (Pansus). Diskusi menyoroti tantangan teknis seperti potensi tumpang tindih jadwal antar AKD dan pentingnya koordinasi lintas fungsi dalam menjaga efektivitas kerja legislatif. Dalam diskusi, DPRD DIY menekankan pentingnya harmonisasi antara lembaga legislatif dan eksekutif sebagai kunci keberhasilan pembangunan daerah. Sinkronisasi jadwal kegiatan DPRD dengan agenda eksekutif, seperti Musrenbang dan pembahasan APBD, dilakukan secara intensif melalui koordinasi lintas lembaga dan penyesuaian dalam rapat Banmus serta Paripurna. Wakil Ketua DPRD DIY, Umaruddin Masdar, menyampaikan bahwa Banmus memiliki peran strategis dalam menyusun dan mengkoordinasikan program kerja tahunan dan lima tahunan DPRD, termasuk penyesuaian terhadap dinamika kebijakan seperti Dana Keistimewaan DIY. “Program kerja DPRD DIY disusun agar dapat dilaksanakan secara proporsional, akuntabel, dan selaras dengan rencana kerja eksekutif. Sinkronisasi ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dan seluruh fungsi dewan berjalan optimal,” ujar Umar, sapaan akrabnya. Jadwal kegiatan DPRD DIY disusun secara periodik dan disahkan melalui rapat paripurna, dengan fleksibilitas untuk revisi jika terjadi perubahan kebijakan atau kebutuhan mendesak. Sinkronisasi dengan agenda eksekutif, seperti pembahasan APBD dan Musrenbang, dilakukan melalui koordinasi intensif agar fungsi legislasi, pengawasan, dan representasi berjalan optimal. Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Yenni Eviliana, menegaskan bahwa kunjungan kerja ke DPRD DIY bukan sekadar studi teknis, melainkan bagian dari komitmen kelembagaan untuk memperkuat fondasi kerja legislatif yang adaptif, terukur, dan berorientasi pada pelayanan publik. “Kami menyadari bahwa efektivitas kerja DPRD sangat bergantung pada bagaimana agenda disusun dan dikoordinasikan. Jadwal yang tumpang tindih, minim evaluasi, atau tidak selaras dengan dinamika eksekutif bisa menghambat fungsi representasi dan pengawasan,” ujar perempuan yang akrab disapa Yenni ini. Ia menambahkan bahwa DPRD Kaltim tengah mendorong pembenahan sistem penjadwalan kegiatan agar lebih sistematis dan berbasis kebutuhan aktual. Hal ini mencakup penguatan peran Banmus sebagai pengatur ritme kerja kelembagaan, serta peningkatan koordinasi antar AKD agar tidak terjadi fragmentasi fungsi. “Kami ingin memastikan bahwa setiap kegiatan dewan memiliki arah yang jelas, waktu yang tepat, dan ruang partisipasi yang cukup. Tidak hanya efisien secara teknis, tapi juga relevan secara substansi,” lanjutnya. Yenni juga menyoroti pentingnya sinergi antara DPRD dan eksekutif dalam menyusun agenda pembangunan daerah. Menurutnya, sinkronisasi bukan berarti menyeragamkan, tetapi menyelaraskan visi agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. “Agenda kerja DPRD harus mampu menjembatani aspirasi masyarakat dengan arah kebijakan pemerintah. Di sinilah pentingnya jadwal yang terstruktur dan fleksibel,” tegasnya. Kunjungan ke DPRD DIY, menurut Yenni, memberikan banyak inspirasi tentang bagaimana sistem penjadwalan yang adaptif dan berbasis evaluasi dapat memperkuat efektivitas kelembagaan. Ia berharap praktik baik ini dapat diadopsi dan disesuaikan dengan konteks kelembagaan DPRD Kaltim. “Kami tidak hanya belajar teknis, tapi juga semangat kolaboratif dan budaya kerja yang partisipatif. Ini yang ingin kami bawa pulang dan kembangkan di Kaltim,” tutup Yenni. (akb)