Serap Masukan, Saran dan Pendapat, Pansus Karhutla Gelar Rapat Kerja

Selasa, 21 Mei 2024 81
RAKER : Pansus Karhutla saat melaksanakan Rapat Kerja bersama perangkat daerah Kaltim, Selasa (21/05).

BALIKPAPAN. Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Kalimantan Timur tentang Sistem Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) menggelar rapat kerja dengan Biro Hukum Pemprov Kaltim, BPBD Kaltim, UPTD KPH/Tahura Kaltim, Dinas Kehutanan Kaltim, BPBD Kab/Kota Se-Kaltim dan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kab/Kota Se-Kaltim pada Selasa (21/05/2024).

 

Raker yang digelar di Platinum Hotel Balikpapan tersebut dibuka langsung oleh Ketua Pansus Karhutla Sarkowi V Zahry didampingi Wakil Ketua Pansus Agiel Suwarno.

 

Dalam Raker tersebut, Sarkowi mengungkapkan, bahwa Ranperda Sistem Penanggulangan Karhutla ini merupakan Ranperda inisiatif Pemerintah Provinsi sebagai turunan dari Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, dimana memandatkan kepada Pemerintah Provinsi untuk Menyusun Ranperda Karhutla. 

 

Selain itu, Pansus Karhutla juga sudah melakukan konsultasi ke beberapa pihak dalam rangka pengayaan Ranperda. Oleh karena itu, sebagai Ketua Pansus, Sarkowi mengharapkan banyak masukan, saran dan pendapat dari berbagai pihak untuk mendapatkan masukan terkait penyempurnaan draft Ranperda Karhutla.

 

“Banyak hal yang sudah disampaikan, bagaimana perlu penguatan pola koordinasi, peralatan, dan kelembagaan,” ujar Sarkowi saat ditemui seusai rapat.

 

Hal yang menjadi perhatian bagi Ketua Pansus Karhutla tersebut ialah bagaimana merumuskan titik temu antara aturan hukum positif di satu sisi dengan kearifan lokal supaya bertemu, “Lalu kaitannya juga dengan partisipasi masyarakat dan juga penegakan hukum,” lanjutnya.

 

Sarkowi menilai perlunya memasukkan Kearifan Lokal dalam Ranperda Karhutla, mengingat banyaknya masyarakat yang masih membuka lahan pertanian dengan cara membakar lahan. 

 

Selain itu, diperlukannya membuat Standard Operasional Prosedure (SOP) tentang Pembakaran Lahan untuk Pertanian Tradisional yang terkendali dan mengakomodir kearifan lokal masyarakat adat.

 

“Jadi Perda ini perlu mengatur penegakan hukum yang dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku pembakar hutan dan lahan,” tutupnya.(hms9)

TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)